Rabu, 02 Maret 2016

PENULIS KAMPRET!

 Sumber gambar : http://1cak.com/703544

Emmm, jujur baru-baru ini gue mengalami jatuh cinta. Slow aja, nggak usah pakai ciyee ciyee segala. Orang jatuh lo ciye-ciyein. Coba kalau pas lagi nongkrong tiba-tiba di depan lo ada orang jatuh dari motor, masa lo ciye-ciyein?

Dilempar motor kapok lo...

Menurut gue, cinta itu seperti burung kakak tua ya, yang bisa hinggap dimana saja bahkan di jendela. Dan cinta itu bukan seperti nenek sudah tua yang giginya tinggal dua, yang begitu rapuh bahkan sama kerupuk. Cinta itu nggak pernah rapuh. gaes. Yang rapuh adalah manusianya yang nggak sanggup menahan besarnya cinta.

Uhhukk!!

Cinta itu seperti burung kakak tua yang hinggap di jendela dan nenek sudah tua giginya tinggal dua. Kadang nggak nyambung dan susah dimengerti. Coba bayangin, apa korelasi antara burung kakak tua dan nenek yang udah tua? Apalagi giginya nenek tinggal dua. Apakah kalau si burung nggak hinggap di jendela terus giginya nenek nggak tinggal dua gitu? Tiga misalnya, atau lima, atau sepuluh? Nggak nyambung banget kan?

Tetapi cinta tetaplah cinta. Cinta itu indah. Keindahan cinta justru bisa kita ibaratkan seperti burung dan nenek tadi. Buktinya, waktu masih kecil lo suka banget kan nyanyiin lagu itu meski nggak sadar antara burung dan nenek nggak ada keterkaitan. Gue kasih tahu, faktor keindahannya terletak pada sajak a-a-a-a yang sama di belakangnya.

Ketika sudah besar lo pun suka banget main cinta-cintaan meski belum tahu esensinya. Kenapa? Karena indah men! Gue kasih tahu, faktor keindahannya terletak pada getar yang sama di hati kalian berdua.

Weishh... Yess! Akhirnya gue bisa so sweet juga setelah makan gula tiga kilo tadi sore.

Oke, lupakan sejenak tentang jatuh cinta. Lo nggak usah kepo apakah gue akhirnya jadian sama si dia. Nggak usah. Jawabnya udah pasti enggak. Apakah gue takut mengungkapkan rasa? Bukan men, bukan. Rasa takut gue untuk mengungkapkan rasa nggak sebesar rasa takut gue akan kehilangan dia. Berkali-kali putus mengajarkan gue bahwa pacaran itu adalah bingkai terrapuh untuk menyatukan dua hati.

Tahu Pidi Baiq? Iya itu tetangga gue, dia mengatakan bahwa tujuan pacaran adalah untuk putus. Bisa karena berpisah, bisa karena menikah. Jadi, karena gue belum siap menikah, tahu kan jalan terakhirnya apa?

Iya. kawin lari. Larinya lari maraton. Pas nyampe finish balik lagi. Kenapa? Tongkat estafetnya ketinggalan.

Meskipun belum pernah nikah, gue kadang mikir rumah tangga itu kayak sebuah negara. Jadi, peran ayah  mirip banget kayak presiden. Dan ibu? Tentu saja wakil presiden.

Jangan bilang peran ibu kayak menteri ya, soalnya menteri itu ada banyak dan bisa digonta-ganti. Lo nggak mau kan sebagai cewek nanti suami lo istrinya segambreng? Apalagi kalau kabinet rumah tangga lo adalah kabinet kerja Joko-wow. Suami lo istrinya bisa 34 termasuk elo! Itu belum kalau dia pengen nambah lagi karena ada beberapa yang terbukti menyandang daftar merah dan terpaksa diberhentikan.

Saran gue, sebaiknya nanti kalau abis nikahan jangan namai kabinet rumah tangga lo dengan kabinet kerja ya. Soalnya bersih-bersih rumah itu capek. Belom kalau punya anak. Yahh... namai kabinet holiday kek, atau kabinet selow, atau apa gitu.

Kabinet holiday, berarti liburan terus. Tiap hari berasa hari Minggu. Suami pulang kerja liat meja makan nggak ada apa-apa, yaudah santai aja. Anggap aja lagi di pantai. Kan hari libur. Gelar tikar, tiduran, dan buka baju.

Sambil nyemilin meja.

Kabinet selow, gerakan di rumah seakan disetting slow motion mulu. Mau nampar suami yang selingkuh, gerakannya lambat banget. Tangannya melayang sekarang, sejam lagi baru kedengaran suaranya. Plakk! Slow banget.

Tapi enaknya kalau pas kentut. Kentutnya sekarang, sejam lagi baru kecium baunya. 

Atau... Gimana kalau kabinet happy ending aja? Yaaa, dengan harapan berakhir dengan bahagia kayak drama korea favorit wanita. Happy ending, habis happy-happy terus ending. Rumah tangganya yang ending. Bubar!

Bicara rumah tangga mulu, sebenarnya gue masih lama kok rencana akan nikah. Jujur gue sekarang masih jomblo.

Eh, lo jangan ngeledekin jomblo ya. Lo para cewek aja kalau lihat gue pasti ngakunya jomblo.

Rencananya, gue pengen sukses dulu jadi penulis sebelum nikah. Iya cita-cita gue sejak SMA emang pengen jadi penulis. 

Ngomongin penulis, hal yang paling bikin sebel penulis itu adalah kalau kehilangan data. Jadi udah ngetik capek-capek, tinggal nekan Ctrl + S atau tombol save, lo tau kan, eh malah listrik mati. Itu kalau ngetiknya di komputer tanpa UPS.

Buat yang ngetik di laptop, udah capek-capek ngetik, disimpen di flashdisk, eh flashdisknya hilang. Atau disimpen di laptop eh laptopnya error. Mau service di toko komputer eh karyawannya malah sang mantan. Dikuat-kuatin kesana demi laptop, eh malah mantan ngajak balikan. Laptop beres siap ngelanjutin naskah, eh bayangan si mantan menghantui. Bayangan mantan hilang, eh laptop error lagi.

Yah begitulah suka duka penulis.

Penulis juga identik dengan malam. Julukan yang pas adalah penulis kampret. Maksud gue bukan muka lo kayak kampret, bukan. Maksud gue kalau malam penulis itu biasanya banyak begadang. Tapi cuma buat nulis bukan buat gelantungan di pohon.

Kayak yang gue lakukan malem-malem gini. Gue biasa tidur jam dua belas kadang lebih. Kopi adalah teman biasa gue. Biar nggak ngantuk gue bikin kopi panas. Kadang kalau stok gula dan kopi gue abis, gue rela-relain keluar nyari kopi panas. Kalau ternyata masih ngantuk, gue ganti nyari film panas.

Enggak enggak.

Tengah malem itu adalah saat-saat dimana puncak moment mistis berlangsung. Keadaannya hening mencekam. Inspirasi banyak datang sih. Tapi pernah ada kejadian, gue denger suara kuku tajam garuk-garuk jendela luar kamar gue. Tapi gue nggak takut. Gue teriakin, woyy codot perlihatkan wujud lo kalau berani! Jangan garuk-garuk jendela mulu! Emang jendela gatel apa lo garukin!!

Abis itu keadaan menjadi senyap lagi. Karena penasaran gue buka jendela kamar. Gue terkejut melihat om gendruwo ganti garuk-garuk pantatnya. 

Pantesan asik. Dan tanpa suara.

Gue Ken Patih, selamat malam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar